Posts

Showing posts from July, 2020

Buku “50 Album Musik Indonesia Terbaik 1955-2015” Telah Beredar

Image
Therockjournals, Kendal: Setelah hampir dua tahun, melewati proses penjurian, penulisan, riset arsip, riset rilisan fisik, pemotretan dan penyuntingan, akhirnya Elevation Books bisa secara resmi mengedarkan buku This Album Could Be Your Life: 50 Album Musik Indonesia Terbaik 1955-2015 . Buku ini bisa dikatakan yang pertama melakukan penilaian secara komprehensif terhadap album-album musik yang pernah dirilis selama 70 tahun sejarah industri musik populer di Indonesia, dari era label pribumi pertama Irama sampai Aksara. Lima puluh album yang masuk merupakan hasil dari focus group discussion dari tim dewan juri yang terdiri dari Budi Warsito, pustakawan musik Kineruku Bandung, Harlan Boer, seniman musik indie dan penulis musik, Idhar Resmadi, dosen dan penulis musik dari Bandung, Taufiq Rahman, penulis musik dan pendiri label indie Elevation Records, Wahyu Nugroho, vokalis, pemain bass Bangkutaman dan penulis musik dan penggiat skena metal dari Malang, Samack. “Dari album-a

10 Tahun Album Manimal

Image
Linimasa Instagram saya pekan ini mengingatkan kembali tentang salah satu album favorit. Sajama Cut melalui akun @sajama_cut mendeskripsikan kembali bagaimana perjuangan mereka dalam pembuatan album Manimal berserta memori di sekelilingnya yang jarang diketahui orang. Dan ternyata, besok minggu (26 Juli 2020) mereka akan merayakan 10 tahun album ketiga ini dan menjawab semua pertanyaan fans terkait semuanya. Tak mau ketinggalan dengan perayaan ini, saya pun ingin sedikit berbagi cerita personal tentang album ini. Saatnya bernostalgia. Sebelum mengenal lebih jauh tentang Manimal (2010) , saya terlebih dahulu menggemari The Osaka Journal (2005) – album kedua mereka. Sebuah album lokal yang banyak mempengaruhi kisah hidup masa-masa awal kuliah saya di usia 18/19 tahun. Bahkan sang frontman Marcel Thee banyak memberikan inspirasi (melalui proyek Strange Mountain/Strange Mountain II/Roman Catholic Skulls ) bermusik bagi saya serta saat itu juga saya ingin menjadi jurnalis musi

Grow Rich - Fractic Semantic EP (self released, 2019)

Image
Fractic Semantic merupakan Extended Play (EP) kedua karya Grow Rich, proyek one man band dari Abdur Rahim Latada alias Oyi. EP ini dirilis pada tahun 2019 yang sangat berbeda dengan debut pertamanya, Senen Lempuyangan (2018). Di Fractic Semantic, Grow Rich mengomposit berbagai macam unsur antara lain shoegaze / grunge / hard core / punk rock dan indie rock menjadi satu. EP ini berisi materi yang sungguh padat, ekspansif, dengan proposrsi kerjasama yang pas terhadap para kolaboratornya. Meskipun banyak campuran genre dan eksplorasi, setiap sound yang keluar di setiap lagu seakan punya signature yang hanya dimiliki oleh Grow Rich. Arya Gilang Laksana, Cika Fransisca, Austin Powwaa dan Pandu Fuzztoni adalah para kolaborator yang ikut memberikan impuls terhadap EP ini. Sebuah proyek individu yang matang dan tahu betul apa yang dia mainkan. Grow Rich adalah musisi asal Jakarta dengan penjualan terlaris di situs Bandcamp sepanjang tahun 2018-2019. “ Fuzzy and swirlin

MUSIKJAKARTA: Penawar Kerinduan Eksistensi Majalah Cetak

Image
“ MusikJakarta adalah sebuah jurnal yang mencoba merekam orang-orang yang hidup dari industri musik di Jakarta, kota tempat saya, John Navid dan teman-teman dari Binatang Press tinggal dan berkarya. ” – Felix Dass dalam sebuah kata pengantar Jurnal MusikJakarta Issue 01 . Sebelumnya, saya lebih senang menyebut MusikJakarta sebagai majalah. Karena selain ‘majalah’ merupakan sebuah istilah yang biasa saya ucapkan, memang secara personal MusikJakarta bagi saya telah menjadi penawar kerinduan atas eksistensi majalah musik cetak yang dulu pernah berjaya. Walau pada pada faktanya saat ini masih ada majalah musik cetak yang tetap konsisten terbit. Pada era usia saya belasan dan dua puluh tahunan, majalah merupakan salah satu sumber informasi yang intens dikonsumsi. Setelah tahun 2015, konsumsi saya atas majalah cetak menjadi menurun. Beberapa majalah musik yang biasa saya beli, satu per satu telah tutup. Memang, perkembangan zaman dan teknologi sulit untuk dilawan. Kehadiran arti

Menyelami Ruang The House of Faith and Mirrors

Image
Saya pertama kali mengenal The House of Faith and Mirrors (selanjutnya disingkat THOFAM) pada tahun 2015. Saat itu ada pagelaran tahunan Record Store Day (RSD) 2015 di Jakarta dan rilisan-rilisan fisiknya begitu menarik untuk dibeli. Kebetulan saya berhalangan untuk datang ke RSD karena jadwal liputan yang padat (saat itu saya masih bekerja menjadi wartawan di media online /televisi), termasuk di akhir pekan. Namun saya tetap memantau via media sosial bagaimana suasana kemeriahan RSD tahun 2015 di berbagai kota tersebut. Dari semua rilisan keren yang saat itu dirilis di berbagai lokasi, salah satunya yang mencuri perhatian saya adalah album debut THOFAM yang berjudul “Ruins & Reckoning” yang keluarkan oleh Nanaba Records (kini sudah tutup) dalam format kaset pita berjumlah 100 kopi. Saat ini di tahun 2020, album “Ruins & Reckoning” telah berusia lima tahun. Saya mengincar “Ruins & Reckoning” karena ini merupakan proyek musik terbaru (kala itu) dari Mar

Gabber Modus Operandi – HOXXXYA (SVBKVLT, 2019)

Image
Album kedua dari duo seniman kontemporer/musisi Gabber Modus Operandi, HOXXXYA (2019) adalah sebuah kelanjutan dari agresi aneh yang menggedor gendang telinga. Album ini tentunya terdengar lebih klimaks apabila dibandingkan dengan album perdananya Puxxximaxxx (2018) yang dirilis oleh Yes No Wave Music. Selain digital, HOXXXYA juga dirilis dalam medium vinyl di tahun 2020 ini via Boomkat. Mereka adalah Kasimyn dan Ican Harem yang meleburkan elemen musik gabber / hard trance / tribal / experimental /gamelan menjadi satu degupan kencang serta berdistorsi pekat. Ini merupakan sebuah wujud ekspresi yang sangat bagak, liar dan tanpa kendali. Belum lagi jika menyaksikan aksi panggungnya yang ekstrem, layaknya menonton aksi debus atau kuda lumping diiringi musik disko pemecah lantai dansa. Duo tersebut seperti kerasukan roh leluhur akibat mengoplos musik dansa dengan ritual trance Jawa secara paksa. Hasilnya adalah sebuah paduan sonik di batas-batas yang sulit dideskripsikan (antar

Nostalgia Manis Dari After September

Image
Menikmati musik karya After September begitu menyenangkan, walaupun makna liriknya (mungkin) menyiratkan kesedihan. Setelah merilis single “Cakrawala” (2018) dan “A.S.A” (2019), kuintet yang beranggotakan Anisa (vokal), Benong (gitar), Hanan (gitar), Ade (bass) dan Kiki (drum) kembali dengan materi segar di tahun 2020 ini. Pada karya terbarunya ini, mereka menerapkan formula rangkaian nada yang akan membangkitkan kenangan-kenangan manis dari masa lalu. Musik yang antik dan berdebu seperti ini biasanya akan lebih tahan dimakan waktu, dan tentu akan relevan didengarkan sampai kapanpun.   Band yang berasal dari Singkawang, Kalimantan Barat ini menyajikan gubahan musik yang mengingatkan kepada era keemasan musik pop Indonesia dekade 70-an. Nostalgie EP yang dirilis pada Januari 2020 ini merupakan rilisan legit yang terdiri dari lima buah track bercitarasa dream pop , indie pop dan jazz , yang tentunya akan membuat hari-hari menjadi ceria setelah mendengarkannya. Karak