MUSIKJAKARTA: Penawar Kerinduan Eksistensi Majalah Cetak
“MusikJakarta adalah
sebuah jurnal yang mencoba merekam orang-orang yang hidup dari industri musik
di Jakarta, kota tempat saya, John Navid dan teman-teman dari Binatang Press
tinggal dan berkarya.” – Felix Dass dalam sebuah kata pengantar Jurnal MusikJakarta Issue 01.
Sebelumnya, saya lebih senang menyebut MusikJakarta sebagai majalah. Karena selain ‘majalah’ merupakan
sebuah istilah yang biasa saya ucapkan, memang secara personal MusikJakarta bagi saya telah menjadi
penawar kerinduan atas eksistensi majalah musik cetak yang dulu pernah berjaya.
Walau pada pada faktanya saat ini masih ada majalah musik cetak yang tetap
konsisten terbit.
Pada era usia saya belasan dan dua puluh tahunan, majalah merupakan
salah satu sumber informasi yang intens dikonsumsi. Setelah tahun 2015,
konsumsi saya atas majalah cetak menjadi menurun. Beberapa majalah musik yang
biasa saya beli, satu per satu telah tutup. Memang, perkembangan zaman dan
teknologi sulit untuk dilawan. Kehadiran artikel dan majalah digital telah
menginvasi portal informasi manusia di era yang serba praktis serta paperless ini. Saat ini, majalah cetak
yang masih rutin tersedia di rumah adalah Trubus.
Saya senang sekali saat mengetahui adanya karya literasi
dokumentasi MusikJakarta, yang merupakan kolaborasi dari Felix Dass dan John Navid.
Kedua sosok yang tervalidasi dan berpengaruh di dunia music arus pinggir Ibukota.
Pertama kali tahu ada MusikJakarta, ketika saya sedang iseng melihat katalog online
di Kineruku. Tanpa pikir panjang, saya pun coba cari produknya di marketplace dan langsung pesan. Beberapa
hari kemudian, majalah tersebut telah sampai di rumah.
Saya buka lembar demi lembar majalah yang dihiasi dengan
wawancara-wawancara apik dari Felix Dass. Transkrip wawancara penuh informasi inilah
yang saya butuhkan. Berkat ini, saya jadi paham apa yang ada di dalam pikiran
para pelaku industri kreatif Indonesia saat ini. Banyak inspirasi yang bisa
dipetik dari kegigihan mereka, cara beradaptasi dan tentu saja konsistensi.
Misalnya saja ketekunan dan kreativitas Kukuh Rizal Arfianto
yang banyak memberikan inspirasi di dunia bisnis. Petualangan Shunsuke
Izumimoto di Jakarta yang berdampak besar terhadap musik di sekitarnya. Cerita Kendra
Ahimsa dan artwork-nya yang banyak
menghiasi acara musik pada dekade 2010 silam. Mantan jurnalis musik senior Soleh
Solihun serta konsistensi dirinya terhadap musik melalui vlog cerdasnya di Youtube. Dan masih banyak lagi informasi menarik dari
Samson Pho, Adinda Simandjuntak, Merdi Leonardo dan Ramengvrl.
Tentunya, dokumentasi ini menjadi sesuatu yang penting bagi
siapapun yang tertarik dengan geliat musik arus pinggir Jakarta. Melalui
majalah dengan konsep vintage serta
estetik ini, era baru pendokumentasian dunia musik independen Jakarta telah
dimulai.
Majalah perkenalan setebal 74 halaman ini bagi saya sendiri
adalah sebuah nostalgia: membolak-balik
kertas yang berisi informasi tentang musik. Seru dan semuanya habis dilahap,
dari awal sampai akhir.
Deskripsi:
Rp.155.000
4 Colored Risograph
print
Printed on Munken Pure
130 gsm
74 Pages
Bahasa Indonesia
Binatang Press,
December 2019
Comments
Post a Comment