10 Tahun Album Manimal
Linimasa Instagram
saya pekan ini mengingatkan kembali tentang salah satu album favorit. Sajama Cut melalui akun @sajama_cut mendeskripsikan kembali
bagaimana perjuangan mereka dalam pembuatan album Manimal berserta memori di sekelilingnya yang jarang diketahui
orang. Dan ternyata, besok minggu (26 Juli 2020) mereka akan merayakan 10 tahun
album ketiga ini dan menjawab semua pertanyaan fans terkait semuanya. Tak mau
ketinggalan dengan perayaan ini, saya pun ingin sedikit berbagi cerita personal
tentang album ini. Saatnya bernostalgia.
Sebelum mengenal lebih jauh tentang Manimal (2010), saya terlebih dahulu menggemari The Osaka Journal (2005) – album kedua mereka. Sebuah album lokal yang banyak
mempengaruhi kisah hidup masa-masa awal kuliah saya di usia 18/19 tahun. Bahkan
sang frontman Marcel Thee banyak
memberikan inspirasi (melalui proyek Strange
Mountain/Strange Mountain II/Roman Catholic Skulls) bermusik bagi saya serta
saat itu juga saya ingin menjadi jurnalis musik seperti dia. Dan benar, setelah
lulus kuliah saya bekerja di MRA
Broadcast sebagai jurnalis. Sepertinya dia juga pernah di MRA (CMIIW).
Memang telat saat itu (enam tahun setelah rilis) saya baru mengkhatamkan
satu album The Osaka Journal. Namun kecintaan terhadap single-single dan album-album Sajama Cut semakin menjadi-jadi
setelah mendengarkan The Osaka Journal tersebut. Bahkan saya sampai menamai blog ini dengan therockjournals, karena terinspirasi The Osaka Journal. Dalam hal
tertentu, band indie rock senior ini
punya karisma yang sulit ditemui bila dibandingkan band-band lokal lainnya. Mereka
terus haus akan eksplorasi serta berambisi besar pada karya-karya terbarunya.
Setiap karyanya punya warna dan identitas tema yang terkonsep dengan apik.
Singkat cerita, pada awal tahun 2012 ketika siang hari setelah
selesai kelas kuliah, saya tengah main ke Kalibata Mall. Di salah satu sudutnya
saya melihat sebuah distro/toko cd/toko kaset yang berukuran tidak terlalu luas
dan saya lupa apa namanya. Saya masuk ke dalam dan melihat-lihat display berjejer yang sedang ditata
pegawainya. Ada yang sudah rapi, ada juga yang masih berserakan. Karena seorang
kawan sudah selesai urusan dan mengajak pulang, saya langsung angkat kaki
keluar dari toko. Saat berjalan, saya tak sengaja menyenggol tumpukan CD di
lantai yang masih berantakan dan tengah dibereskan. Tumpukan CD yang setinggi
lutut itu roboh perlahan lalu berserakan dan menampakkan sampul bertuliskan
Sajama Cut Manimal dengan gambar parade hewan/manusia berkostum hewan. Saya
girang bukan kepalang. Saat itu saya hanya bisa menikmati kemeriahan Paintings/Pantings
hanya via Youtube, serta kegundahan Twice
(Rung the Ladder) lewat free download.
Saya pun langsung ambil CD tersebut, mengambil uang di dompet dan membayarnya
ke penjualnya. Akhirnya, Manimal adalah CD pertama Sajama Cut yang saya beli
dan album yang tak sengaja saya temukan.
Sepanjang 2012-2013 album ini mungkin sudah berputar ratusan
kali di laptop butut saya. Menemani membuat tugas kuliah dan seringkali
bermedia sosial. Hingga akhirnya saya telah skripsi, saat itu di meja sidang
saya baru ngeh kalau CD Manimal itu
masih tertanam dalam CD Drive laptop.
Bisa dibilang, Manimal adalah salah satu soundtrack
kehidupan kuliah saya yang secara sadar dan tak sadar memberikan kebahagiaan
tersendiri. Kedelapan lagu di dalamnya berurutan dengan elegan dan mengalir
seperti sungai yang deras. Semuanya aransemen lagunya serius tanpa ada filler-filler yang dipaksakan.
Manimal adalah eksplorasi rapi yang tak disangka-sangka.
Seperti kita ketahui, band asal Jakarta ini selalu memberikan kejutan artistik
di setiap album-albumnya. Dari satu album ke album lainnya memiliki nuansa dan
kelir yang begitu berbeda. Sekali lagi, inilah nilai plus plus Sajama Cut dibandingkan band lokal lainnya. Mereka seakan
anti terhadap repetisi dan terus berhasil mendobrak tataran estetika demi
eksplorasi bunyi yang didambakan.
Mereka berhasil menciptakan musik dengan idealisme tinggi
dengan dicampur keindahan yang siapapun dapat menikmatinya dengan mudah. Jika
pada tahu 2005, mereka menciptakan The Osaka Journals yang fenomenal dan kental
akan indie rock klasik ala REM. Di
tahun 2010 mereka merilis Manimal yang tentu jauh berbeda dengan The Osaka
Journal. Serta berbeda juga dengan Hobgoblin (2015).
Manimal berisi koor
dan harmoni vokal ala The Beach Boys,
dengan elemen-elemen musik rock tahun 70-an, post-punk dan pcychedelic
dengan komposisi yang ekstra sip. Referensi instrumental di album ini membawa
suasana yang meriah layaknya sebuah karnaval dengan semua lagu yang terdengar
meriah dan megah, walau beberapa track
menyiratkan kegetiran. Ini merupakan sebuah tipikal album yang wajib didengarkan
dari awal sampai akhir. Rapat dan tidak memberikan kesempatan untuk berpaling.
Dibuka dengan Paintings/Panting dengan harmoni vokal menawan, yang mungkin
Brian Wilson pun akan turut senang mendengarkannya. Saya sendiri selalu senang
mendengar pembukaan album ini: “Rah!/Yeah
the sun it'll always shine/And this picture of your behind/You'll be mine for
the hundredth and millionth time/Again”. Yang dilanjutkan dengan rentetan track penuh candu seperti Twice (Rung
the Ladder), Untitled #4 dan Whores of the Orient. Paripurna.
Beberapa catatan kritikus menempatkan The Osaka Journal
salah satu yang terbaik di dasawarsa 2000-an. “While most of their contemporaries warbled on about romance and
heartbreak, the band's second album, The Osaka Journal, brims with wit, regret
and honesty about nothing in particular. And it takes a lot of guts to write an
album with mostly English lyrics for the Indonesian market. Marcel Thee's
songwriting is as cryptic as R.E.M.'s Michael Stipe circa Murmur, and what
anchors the album is the happy-sad melodies that don't wear thin after repeated
spins.” - M. Taufiqurrahman.
Namun bagi saya pribadi Manimal memberikan kepuasan artistik
yang hampir tiga kali lipat dibandingkan The Osaka Journal. Proses pengerjaan
album yang intens dan memakan waktu satu tahun ini berbuah manis. Delapan lagu
dengan variasi musik yang beragam, yang pastinya akan membuat pendengar sulit
menentukan kategorisasi dan genre-nya.
Termasuk saya. Ditambah lagi dengan aransemen yang tidak tanggung-tanggung,
membuat album ini menjadi salah satu rilisan music album terpenting di dekade
2010. Saya bisa menyebut Manimal adalah karya terbaik dari Marcel dkk. Selama
satu dekade 2010 lalu pun Manimal terus saya dengarkan. Selain itu juga, di
pertengahan dasawarsa 2010, album ini juga dirilis ulang oleh Zim Zum
Entertainment dengan tambahan seluruh lirik lagu yang tak tercetak dalam sampul
CD-nya.
Comments
Post a Comment